Kamis, 01 Desember 2011

YOC (yamaha owners community)




PADANG PENGEMBALAAN


PENDAHULUAN
Peningkatan produksi ternak khususnya ternak ruminansia akan berhasil dengan baik jika ketersediaan pakan hijauan sebagai sumber pakan dapat dipenuhi secara kualitas dan kuantitas dan tersedia secara kontinyu. Hijauan makanan ternak bersumber dari padang rumput alam atau dengan melakukan penanaman hijauan makanan ternak. Jenis dan kualitas hijauan dipengaruhi oleh kondisi ekologi dan iklim di suatu wilayah. Ketersediaan hijauan pakan ternak di Indonesia tidak tersedia sepanjang tahun, dan hal ini merupakan suatu kendala yang perlu dipecahkan.

Ternak ruminansia sebagai penghasil daging dan susu dengan pakan utamanya hijauan memiliki kendala dalam penyediaannya disebabkan oleh semakin berkurangnya lahan/padang penggembalaan dan ketersediaan pakan hijauan sangat dipengaruhi oleh musim. Musim kemarau jumlahnya kurang dan sebaliknya pada musim hujan melimpah sehingga ketersediaan tidak kontinyu sepanjang tahun. Kecukupan pakan bagi ternak yang dipelihara merupakan tantangan yang cukup serius dalam pengembangan peternakan di Indonesia. Indikasi kekurangan pasokan pakan dan nutrisi ialah masih rendahnya tingkat produksi ternak yang dihasilkan.

Pengembangan peternakan sangat terkait dengan pengembangan suatu wilayah. Sulawesi Selatan sebagai salah satu propinsi di Indonesia memiliki potensi cukup besar dalam pengembangan peternakan. Sulawesi Selatan pernah dikenal sebagai lumbung ternak, dengan kemampuan memasok ternak ke daerah lain dalam rangka pengadaan ternak nasional. Sebagai illustrasi, pada tahun 1990 jumlah pengeluaran ternak sapi dan kerbau adalah 65 804 ekor dan 17 443 ekor (Katoe 1991) dan angka tersebut masih jauh lebih tinggi dibanding jumlah pengeluaraan ternak pada tahun 2003 yaitu sapi 6 449 ekor dan kerbau 143 ekor (Dinas Peternakan Sulawesi Selatan, 2004). Saat ini permintaan ternak kurang mampu terpenuhi yang kemungkinan disebabkan oleh a). rendahnya kemampuan produksi ternak bibit, baik dari segi kualitas maupun kuantitas akibat terjadinya perkawinan kedalam yang berlangsung cukup lama, b). semakin menurunnya produktivitas ternak yang ditunjukkan dengan menurunnya berat karkas, dan c). terbatasnya kuantitas dan kualitas pakan (Ella 2002).
Pakan untuk ternak ruminansia selama ini diperoleh dan bersumber dari padang penggembalaan. Padang penggembalaan menyediakan hijauan berupa rumput-rumputan dan leguminosa sebagai sumber pakan ternak ruminansia. Beberapa tahun terakhir terdapat kecenderungan menurunnya produktivitas padang penggembalaan sebagai penyedia pakan akibat terjadinya perubahan fungsi lahan. Lahan yang selama ini sebagai padang penggembalaan dikonversi menjadi lahan pertanian untuk persawahan, perkebunan dan pemukiman. Akibatnya padang penggembalaan sebagai basis ekologi untuk ternak khususnya ternak ruminansia semakin berkurang.
Tulisan ini memberikan gambaran potensi dan daya dukung padang penggembalaan di Sulawesi Selatan sebagai basis ekologi penyedia hijauan pakan untuk pengembangan ternak ruminansia.

POTENSI PRODUKSI HIJAUAN PADANG PENGGEMBALAAN

Berdasarkan data statistik dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir (1996-2005) menunjukkan bahwa, di Sulawesi Selatan telah mengalami penurunan jumlah luas areal padang penggembalaan. Tahun 1996 luas areal padang penggembalaan di Sulawesi Selatan adalah 236.434 ha, dan pada tahun 2005 jumlah tersebut mengalami berkurang menjadi 192.008 ha atau menurun sebesar 23,13%. Dengan demikian potensi padang penggembalaan sebagai penyedia hijauan pakan juga mengalami penurunan.
Kondisi tersebut di atas dipengaruhi oleh menurunnya jumlah areal padang panggembalaan di masing-masing kabupaten di Sulawesi Selatan. Hal ini terjadi sebagai akibat terjadi perubahan fungsi lahan yang selama sebagai padang penggembalaan berubah menjadi lahan perkebunan, persawahan ataupun untuk pemukiman.
Luas areal padang penggembalaan di Sulawesi Selatan sebesar 190,006 ha. Dari jumlah tersebut lebih dari 60% luas areal padang penggembalaan di Sulawesi Selatan berada di empat kabupaten yaitu Luwu, Luwu Utara, Wajo dan Tana Toraja atau masing-masing 13,85%, 17,59%, 14,39%, dan 15,08% dari total luas padang penggembalaan di Sulawesi Selatan. Dengan mengetahui luas areal padang penggembalaan masing-masing kabupaten di Sulawesi Selatan maka dilakukan perhitungan potensi produksi hijauan yang dihasilkan. Potensi produksi hijauan pakan di padang penggembalaan dihitung dengan berdasarkan asumsi dan pendekatan dari hasil studi dan penelitian yang telah dilakukan. Produksi hijauan yang bersumber dari padang penggembalaan dihitung berdasarkan luas areal padang penggembalaan masing-masing kabupaten di Sulawesi Selatan berdasarkan data statistik Tahun 2005. Estimasi produksi hijauan di padang penggembalaan dihitung berdasarkan asumsi bahwa satu hektar (1 ha) padang penggembalaan menghasilkan hijauan pakan sebesar 25.550 kg hijauan atau 25,55 ton hijauan per tahun (Ditjen Peternakan, 1985). Dengan demikian produksi hijauan dari padang penggembalaan dapat diestimasi dan dihitung. Berdasarkan hasil perhitungan maka potensi produksi hijuan dari padang penggembalaan di Sulawesi Selatan dalam kurun waktu 1996-2005, bahwa jumlah produksi hijauan padang penggembalaan di Sulawesi Selatan pada tahun 2005 sebesar 4.905.804 ton, dan lebih rendah jika dibandingkan jumlah produksi pada tahun 2000 yaitu 5.381.469 ton, dan tahun 1996 sebesar 6.040.889 ton. Dengan demikian jumlah produksi hijauan yang semakin menurun dari tahun ke tahun sehingga potensi padang penggembalaan sebagai penyedia hijauan mengalami penurunan dalam kemampuannya sebagai sumber pakan khususnya ternak ruminansia. Jumlah produksi hijuan padang penggembalaan di Sulawesi Selatan sebanyak 4,905,804 ton, dan beberapa kabupaten menunjukkan produksi yang tinggi dibanding kabupaten lainnya.

Klasifikasi wilayah produksi hijauan dapat diketahui berdasarkan perhitungan indeks konsentrasi produksi pakan. Indeks konsentrasi produksi pakan memberikan gambaran tentang konsentrasi produksi masing-masing hijauan padang penggembalaan yang dihitung dengan cara produksi hijauan padang penggembalaan masing-masing kabupaten di bagi dengan rata-rata produksi hijauan padang penggembalaan propinsi. Wilayah kabupaten dengan IKPP ≥ 1.0 merupakan wilayah yang memiliki keunggulan produksi dengan kategori produksi tinggi hijauan padang penggembalaan dibanding wilayah/kabupaten lainnya. Berdasarkan hasil perhitungan indeks konsentrasi pakan, maka beberapa wilayah kabupaten dalam kategori produksi tinggi untuk produksi hijauan padang penggembalaan yaitu Sidrap (356,652 ton), Selayar (313,345 ton), Enrekang (276,604 ton), Luwu (672,374 ton), Luwu Utara (853,779 ton), Luwu Timur (328,752 ton), Wajo (698,665 ton) dan Tana Toraja (732,263 ton).

DAYA DUKUNG HIJAUAN PADANG PENGGEMBALAAN
Daya dukung hijauan padang penggembalaan adalah kemampuan suatu wilayah menghasilkan pakan berupa hijauan dari padang penggembalaan tanpa melalui pengolahan, dan dapat menyediakan pakan untuk menampung sejumlah populasi ternak ruminansia. Dalam menghitung daya dukung limbah tanaman pangan digunakan asumsi kebutuhan pakan ternak ruminansia. Asumsi yang digunakan yaitu bahwa satu satuan ternak (1 ST) ternak ruminansia rata-rata membutuhkan hijauan adalah 12.775 kg/tahun atau 12,77 ton/tahun (Ditjen Peternakan, 1985).

Berdasarkan asumsi di atas maka dilakukan perhitungan daya dukung produksi hijauan padang penggembalaan yaitu jumlah produksi hijauan padang penggembalaan dibagi dengan kebutuhan satu satuan ternak selama setahun. Dengan jumlah produksi hijauan padang penggembalaan di Sulawesi Selatan sebesar 4,905,804 ton (Tabel 1), setelah dilakukan perhitungan daya dukung pakan maka produksi hijauan tersebut dapat menampung atau menyediakan pakan hijauan untuk ternak ruminansia sebanyak 384,016 ST. Jumlah daya dukung sebesar 384.016 ST jauh lebih rendah dibandingkan jumlah populasi ternak ruminansia di Sulawesi Selatan sebesar 576.701 ST. Fenomena tersebut di atas menunjukkan bahwa potensi padang penggembalaan di Sulawesi Selatan tidak dapat sepenuhnya menyediakan hijauan untuk ternak ruminansia.
Sebagian besar wilayah kabupaten di Sulawesi Selatan, daya dukung padang penggembalaan tidak mampu memenuhi kebutuhan ternak ruminansia di masing-masing wilayah. Diantara kabupaten di Sulawesi Selatan hanya lima wilayah kabupaten yang menunjukkan angka kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia yang bernilai positif. Ini berarti bahwa wilayah yang bernilai positif, masih memungkinkan melakukan penambahan populasi ternak ruminansia dengan sumber pakan hijauan yang dimanfaatkan berasal dari padang penggembalaan.

Wilayah-wilayah kabupaten dengan nilai KPPTR positif adalah kabupaten Sidrap (4.654 ST), Selayar (9.369 ST), Luwu (41.394 ST), Luwu Utara (48.909 ST), Wajo (37.088 ST), Tana Toraja (37.424 ST), serta Luwu Timur (21.075 ST). Wilayah kabupaten selain telah disebutkan di atas, menunjukkan nilai KPPTR yang negatif. Sehingga bagi wilayah yang bernilai negatif perlu upaya pemanfaatan sumber hijauan lain selain yang bersumber dari padang penggembalaan seperti pemanfaatan dan penanaman leguminosa pohon, pemanfataan limbah pertanian, industri, perkebunan atau sumber hijauan pakan lainnya.

PENUTUP
Luas lahan padang penggembalaan di Sulawesi Selatan menunjukkan kecenderungan semakin berkurang. Dengan demikian produktivitas padang penggembalaan sebagai basis ekologi penyedia hijauan bagi ternak ruminansia juga mengalami penurunan. Hasil estimasi produksi hijauan padang penggembalaan sebesar 4,905,804 ton, dan dapat menyediakan hijauan untuk ternak ruminansia sebesar 384,016 ST. Jika dibandingkan dengan populasi ternak ruminansia di Sulawesi Selatan sebesar 576.701 ST, maka daya dukung tersebut jauh lebih rendah dibandingkan jumlah populasi ternak ruminansia. Upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kekurangan hijauan dari padang penggembalaan adalah perbaikan padang penggembalaan, pemanfaatan dan penanaman rumput unggul dan leguminosa pohon, serta optimalisasi pemanfaatan biomas limbah pertanian dan industri.